Tahapan-tahapan Supaya bisa Dekat Dengan Allah

Tahapan-tahapan Supaya bisa Dekat Dengan Allah 
Dalam menempuh jalan ruhani menuju Tuhan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), ada stasion-stasion (al-Maqamat) yang mesti ditempuh oleh seorang salik. Maqam adalah kedudukan atau tahapan dimana seorang sufi berada. Kedudukan ini hanya akan di dapat oleh seorang sufi atas usahanya sendiri dengan penuh kesungguhan dan istiqamah. Sedangkan ahwal yang bentuk mufranya “hal” adalah kondisi yang dialami oleh seorang sufi dalam dirinya atau batinnya sebagai hasil dari usahanya dalam maqamat tadi. Dengan demikian perbedaan maqam dan ahwal ialam maqam merupakan usaha seorang sufi untuk berada dalam tingkatan tertentu sedangkan ahwal adalah suatu pemberian (karunia) Allah yang diberikan kepada seorang sebagai hasil usahanya dalam maqam tadi.
“Ahwal adalah pemberian sementara maqamat adalah usaha”.
Dengan demikian ahwal bertingkat-tingkat. Pada umumnyapara sufi menulis sepuluh tingkatan.
1. Taubah
Taubah adalah maqam pertama yang mesti dilalui oleh setiap salik.
Taubah ada tiga tingkatan :
a) Taubah orang sadar
Awalnya kebiasaan yang terjadi dalam linngkungan beragama tetapi akhirnya menjadi tinggi dalam perasaan tambah-tambah menjadi peringatan.
b) Taubat Salik
Taubah orang salik bukan dari dosa dan kesalahan dan bukan dari penyesalan dan istigfar tetapi terjadi karena perpindahan kondisi jiwa yang naik menjadi sempurna sehingga dapat menghadirkan Allah dalam setiap gerak nafasnya.
Dalam sebuah syair yang indah Abdullah al-Mubarok menyatakan :
Aku melihat dosa mematikan hati
Lalu diikuti dengan kehinaan di setiap-setiap zamannya
Meninggalkan dosa adalah cara menghidupkan hati
Maka pilihlah bagi dirimu untuk menyalahi dosa-dosa.
c) Taubat ‘Arif
Taubat seorang ‘arif (orang yang ma’rifah) bukan dari dosa atau dari menyalahi jiwa tetapi taubah dari kelupaan terhadap dirinya sendiri bahwa dirinya itu dalam gemgaman Tuhannya.
2. Zuhud
Awal mula zuhud adalah sikap wara’ dalam beragama yakni menjauhi hal-hal yang diharamkan syara’. Memang kewara’an dapat menimbulkan keinginan untuk berlaku zuhud secara ruhani secara mendalam. Hanya makna zuhud secara sufistik lebih jauh dari itu. Misalnya halal menurut syari’at adalah apa-apa yang tidak menyalahi aturan Allah, sementara halal secara sufistik adalah apa-apa yang tidak menyebabkan lupa kepada Allah.
3. Wara (al-Wara’)
Secraa lugawi wara’ artinya hati-hati. Secara istillahi wara’ adalah sikap menahan diri agar hatimu tidak menyimpang sekejap pun dari mengingat Allah.
Wara’ ada empat tingkatan
a. Wara’ orang awam
Ialah wara’ orang kebanyakan yaitu menahan diri dari melakukan hal-hal yang dilarang Allah.
b. Wara’ orang saleh
Menahan diri dari menyentuh atau memakan sesuatu yang mungkin akan jatuh kepada haram.
c. Wara’ muttaqin
Menahan diri dari sesuatu yang tidak diharamkan dan tidak syubhat karena takut jatuh kepada haram.
Nabi bersabda, yang artinya :
“Seorang hamba tidak akan mencapai derajat muttaqin sehingga dia meninggalkan apa yang tidak berdosa karena takut akan apa yang dapat menimbulkan dosa” (Ibnu Majah).
d. Wara’ orang benar
Menahan diri dari apa yang tidak berdosa sama sekali dan tidak khawatir jatuh ke dalam dosa, tapi dia menahan diri melakukannya kaena takut tidak ada niat untuk beribadat kepada Allah.
4. Faqr (al-Faqr)
Faqr berarti kekurangan harta dalam menjalankan kehidupan di dunia. Sikap faqr harus dimiliki oleh seorang salik sewaktu menjalankan suluknya.
5. Sabar (as-Sabr)
Sabar berarti tabah dalam menghadapi segala kesulitan tanpa ada rasa kesal dan menyerah dalam diri. Sabar juga dapat berarti tetap merasa cukup meskipun kenyataannya tidak memiliki apa-apa.
6. Syukur (as-Syukr)
Syukur yang berarti berterima kasih. Allahlah yang telah memberikan nikmat dan berokah kepada umat manusia. Allah berfirman : Jika kamu bersyukur, maka kami akan menambahkan nikmat kepadamu (al-Baqarah : 7)
7. Tawakal (at-Tawakkal)
Tawakkal arti dasarnya berserah diri kepada Allah. Secara sufistik tawakkal adalah penyerahan diri hanya kepada ketentuan Allah.
8. Rida (ar-Rida)
Rida artinya meninggalkan ikhtiar. Menurut al-Muhaisibi rida adalah tentramnya hati dibawah naungan hukum.
Menurut an-Najjar, ahli rida terbagi empat tipe. Pertama, golongan orang yang rida atas segala pemberian Al-Haq dan inilah makrifat. Kedua, golongan orang rida atas segala nikmat, itulah dunia. Ketiga, golongan yang rida atas musibah dan itlah cobaan yang beragam. Keempat, golongan yang rida atas keterpilihan, itulah mahabbah.
9. Al-Ma’rifah
Ma’rifah artinya mengenal atau melihat (melihat tuhan dengan mata hati).
Dzunnun al-Misri membagi ma’rifah menjadi tiga bagian : 1) Ma’rifah mukmin, 2) Ma’rifah ahli kalam, 3) Ma’rifah Auliya muqarrabin. Sufi membagi manusia pada tiga klasifikasi. Pertama, tingkatan kaum ‘arif yang mendapatkan kebahagiaan sebab hikmah (wisdom). Kedua, tingkatan orang-orang mukmin yang mendapatkan kebahagiaan karena memiliki keimanan. Ketiga, tingkaatn orang-orang bodoh dan mereka ini orang-orang yang binasa.

Comments

Popular posts from this blog

Dead Syndrome Phobia:Takut Mati

TEKNIK WAWANCARA DAN PENULISAN BERITA