Definisi dan Objek KajianTasawuf

Asal Kata Tasawuf
Tidak mengherankan kalau kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci. Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan kata:
    1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama salat dan puasa.
    2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat di mesjid. Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayat-ayat al-Qur'an dan berdzikir sebelum waktu salat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.
    3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat kaum sufi.
    4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti hikmat, dan kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata sophos telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin dan bukan dengan shad seperti yang terdapat dalam kata tasawuf.
    5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari dunia.
    Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai asal kata sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang yang pertama memakai kata sufi kelihatannya Abu Hasyim al-Kufi di Irak (w.150 H). 
ASAL-USUL TASAWUF 
Karena tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.

Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri untuk beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia. Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari dunia ramai, walaupun untuk sementara, berhati baik, pemurah dan suka menolong.
Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalam filsafatnya, roh manusia adalah suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia materi dan masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Roh yang pada mulanya suci itu menjadi tidak suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk itu ia harus menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada fllsafat serta ilmu pengetahuan dan melakukan beberapa pantangan. Filsafat sufi juga demikian. Roh yang masuk ke dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam rohani yang suci, tapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsu yang terdapat dalam tubuh manusia. Maka untuk dapat bertemu dengan Tuhan Yang Maha Suci, roh yang telah kotor itu dibersihkan dulu melalui ibadat yang banyak.
Masih dari filsafat Yunani, pengaruh itu dikaitkan dengan filsafat emanasi Plotinus. Roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh yang masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha membersihkan diri melalui reinkarnasi. Kalau sudah bersih, ia dapat mendekatkan diri dengan Tuhan sampai ke tingkat bersatu dengan Dia di bumi ini.
Paham penyucian diri melalui reinkarnasi tak terdapat dalam ajaran tasawuf. Paham itu memang bertentangan dengan ajaran al-Qur'an bahwa roh, sesudah tubuh mati tidak akan kembali ke hidup serupa di bumi. Sesudah bercerai dengan tubuh, roh pergi ke alam barzah menunggu datangnya hari perhitungan. Tapi, konsep Plotinus tentang bersatunya roh dengan Tuhan di dunia ini, memang terdapat dalam tasawuf Islam.
Dari agama Buddha, pengaruhnya dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat dicapai dengan meninggalkan dunia, memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaran menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam. Sedangkan pengaruh dari agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya Atman dengan Brahman melalui kontemplasi dan menjauhi dunia materi. Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh manusia dengan roh Tuhan.
Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Buddha, filsafat Yunani dan agama Kristen datang lama sebelum Islam. Bahwa yang kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang terdahulu adalah suatu kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini memerlukan bukti-bukti historis. Dalam kaitan ini timbul pertanyaan: sekiranya ajaran-ajaran tersebut diatas tidak ada, tidakkah mungkin tasawuf timbul dari dalam diri Islam sendiri?
Hakekat tasawuf kita adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur'an dan Hadits. Ayat 186 dari surat al-Baqarah mengatakan, "Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil."
Kaum sufi mengartikan do'a disini bukan berdo'a, tetapi berseru, agar Tuhan mengabulkan seruannya untuk melihat Tuhan dan berada dekat kepada-Nya. Dengan kata lain, ia berseru agar Tuhan membuka hijab dan menampakkan diri-Nya kepada yang berseru. Tentang dekatnya Tuhan, digambarkan oleh ayat berikut, "Timur dan Barat kepunyaan Tuhan, maka kemana saja kamu berpaling di situ ada wajah Tuhan" (QS. al-Baqarah 115). Ayat ini mengandung arti bahwa dimana saja Tuhan dapat dijumpai. Tuhan dekat dan sufi tak perlu pergi jauh, untuk menjumpainya.
Ayat berikut menggambarkan lebih lanjut betapa dekatnya Tuhan dengan manusia, "Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada di lehernya (QS. Qaf 16). Ayat ini menggambarkan Tuhan berada bukan diluar diri manusia, tetapi di dalam diri manusia sendiri. Karena itu hadis mengatakan, "Siapa yang mengetahui dirinya mengetahui Tuhannya."
Untuk mencari Tuhan, sufi tak perlu pergi jauh; cukup ia masuk kedalam dirinya dan Tuhan yang dicarinya akan ia jumpai dalam dirinya sendiri. Dalam konteks inilah ayat berikut dipahami kaum sufi, "Bukanlah kamu yang membunuh mereka, tapi Allah-lah yang membunuh dan bukanlah engkau yang melontarkan ketika engkau lontarkan (pasir) tapi Allah-lah yang melontarkannya (QS. al-Anfal 17).
Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan. Bahwa Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada makhluk lain sebagaimana dijelaskan hadis berikut, "Pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku-pun dikenal."
Disini terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan bukan manusia saja yang bersatu dengan Tuhan. Kalau ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, persatuan manusia dengan Tuhan, hadits terakhir ini mengandung konsep wahdat al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.
Demikianlah ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits Nabi menggambarkan betapa dekatnya Tuhan kepada manusia dan juga kepada makhluk-Nya yang lain. Gambaran serupa ini tidak memerlukan pengaruh dari luar agar seorang muslim dapat merasakan kedekatan Tuhan itu. Dengan khusuk dan banyak beribadat ia akan merasakan kedekatan Tuhan, lalu melihat Tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya mengalami persatuan rohnya dengan roh Tuhan; dan inilah hakikat tasawuf.
Pengertian Tasawuf secara Terminologis
Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3) tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
Obyek Ilmu Tasawuf
Obyek ilmu taswuf adalah perbuatan hati dan panca indera ditinjau dari segi cara pensuciannya.
 Buah Ilmu Tasawuf
Buah taswuf adalah terdidiknya hati mengetahui (ma’rifah) terhadap ilmu gaib secara ruhani, selamat di dunia dan bahagia di akhirat, dengan mandapat keridoan Allah.
Keutamaan Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang paling mulia karena berkaitan dengan ma’rifah kepada Allah Ta’ala dan mahabbah kepada-Nya.
Hubungan ilmu taswuf dengan ilmu yang lainnya
Nisbah ilmu taswuf terhadap ilmu yang lain baagikan nisbah ruh bagi jasad. Ilmu tasawuf adalah ruh, sementara ilmu yang lain adalah jasad. Jasad tidaklah dapat hidup tanpa ruh.
Pencipta Ilmu Tasawuf
Pencipta ilmu tasawuf adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala. Allah menciptakan ilmu ini kepada Rasulullah dan para Nabi yang sebelumnya.
Nama Ilmu Taswuf
Ilmu tasawuf mempunyai beberapa nama, antara lain sebagai berikut:
a. Ilmu Batin
b. Ilmu al-Qalbi
c. Ilmu Laduni
d. Ilmu Mukasyafah
e. Almu Asrar
f. Ilmu Maknun
g. Ilmu Hakikat
Pilar Ilmu Tasawuf
Pilar ilmu tasawuf ada lima perkara
a. Taqwallah (bertakwa kepada Allah) baik sewaktu sirr maupun ‘alabiyah (terbuka).
b. Mengikuti Sunnah baik qauli maupun fi’li serta mengaktualisasikannya dalam penjagaan diri dan akhlak yang baik.
c. Berpaling dari makhluk yang diwujudkan dalam sikap sabar dan tawakkal.
d. Rida terhadap ketentuan Allah yang diwujudkan dengan sikap qona’ah dan menerima (tafwid).
e. Kembali kepada Allah baik sikala senang maupun di waktu susah.
Sumber Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Juga dari atsar assabitah (jejak yang sudah tetap) dari umat-umat pilihan di masa silam.
Hukum Mempelajari Ilmu Tasawuf
Hukum mempelajarai ilmu tasawuf adalah wajib ain atrinya kewajiban yang mengikat kepada setiap individu muslim.
Oleh karena itu sebagian ulama ahli ma’rifah berkata :
Barang siapa yang tidak memiliki ilmu ini sedikitpun (ilmu batin), aku hawatir ia berakhir dengan su’ul khatimah. Paling tidak seorang mukmin harus membenarkan akan ilmu ini dan menyerahkan kepada ahlinya.
Masalah-masalah yang dibahas dalam ilmu Tasawuf
Masalah inti yang dibahas dalam ilmu tasawuf adalah sifat-sifat jiwa manusia, cara-cara pensucian jiwa, dan penjelasan istilah-istilah yang khas dalam disiplin ilmu ini misalnya; maqamat, taubat, zuhud, wara’, al-mahabbah, fana baqa dan yang lainnya.

Comments

Popular posts from this blog

Tahapan-tahapan Supaya bisa Dekat Dengan Allah

Dead Syndrome Phobia:Takut Mati

TEKNIK WAWANCARA DAN PENULISAN BERITA